Mahasiswa Magister Hukum UII Nilai Pembangunan PLTMH di Kecamatan Lemong Pesibar Langgar Undang-Undang

 

Ilustrasi


Nasional - Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Wanda Natagaul turut prihatin atas kerugian yang ditimbulkan oleh dampak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang dibangun oleh PT.Graha Hidro Nusantara (GHN) di Pekon Melesom, Kecamatan Lemong, Kabupaten Pesisir Barat.

Menurut Wanda lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain pasal 1 UU No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Lingkungan Hidup.

Wanda menyebutkan desakan percepatan pembangunan oleh pemerintah pusat yang sangat masif akhir-akhir ini mengakibatkan indonesia rentan dengan pencemaran lingkungan.
Hal tersebut didukung dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Peyediaan Tenaga Listrik. 

Tujuan PP ini, kata Wanda, dalam rangka percepatan pembangunan dengan tekhnologi terbaru mengurangi emisi gas rumah kaca, membuka lapangan kerja dan kesejahteraan ekonomi. 

"Salah satu upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat dan stakeholder terkait dalam rangka percepatan pembangunan energi terbarukan. Bahkan menurut Direktur PT. Bagas Adhi Perkasa selaku Kontraktor, mengatakan bahwa, kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Pekon Melesom dan sekitarnya," kata Wanda saat memberikan keterangan kepada media ini, Minggu (22/10)

Menurut Mahasiswa UII ini, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pesisir Barat memang sangat bergantung dengan kebutuhan ketersediaan listrik. Selain memenuhi kebutuhan pelanggan, kehadiran PLTMH ini juga akan membantu pengurangan kenaikan beban PLN yang berujung pada pemadaman listrik secara bergilir. Namun dalam pengerjaannya tidak dijelaskan lebih jauh mengenai kebutuhan listrik dan ketersediaan listik bagi masyarakat setempat. Begitupun dampak sosial dan ekonomi warga setempat yang tidak boleh luput dari pertimbangan.

Hasil Kajian

Wanda melanjutkan Hasil kajian oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung dalam proses pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang di kerjakan oleh PT.Graha Hidro Nusantara (GHN) mengakibatkan rusaknya 25 titik paralon yang menyambungakan langsung air bersih ke rumah warga pekon Bambang dan Pagar Dalam, serta bendungan irigasi juga terancam akibat pembangunan tersebut yang selama ini di pergunakan untuk perairan lahan sawah warga sekitar.

"Upaya itikat baik yang di lakukan masyarakat sudah menempuh jalur mediasi sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada Januari 2023, Juni 2023 dan Juli 2023. Hasil mediasi tersebut PT.GHN bersedia dan akan bertanggungjawab dari segala bentuk kerusakan dalam proses pembangunan yang di lakukan oleh PT.GHN terhitung 30 hari dari surat perjanjian dibuat, tetapi hingga saat ini PT.GHN tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi),"sesalnya.

Wanda menyatakan dari kajian dan fakta yang sudah di tinjau langsung oleh WALHI Lampung sudah jelas proyek pembangunan PLTMH yang berada di way melesom dalam implemantasinya melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 09/PRT/M/2016 pasal 4 yang berbunyi :

1. KPBU SDA dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara. 

2. KPBU SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan kepentingan negara, kepentingan umum, fungsi sosial dan lingkungan hidup, serta terjaminnya keselamatan kekayaan negara dan kelestarian lingkungan. 

3. KPBU SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diselenggarakan apabila air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi, serta sepanjang ketersediaan air masih mencukupi. 

"Dari peraturan ini dapat dipahami dalam pembangunan yang menjadikan air dari sebagai sumber pokok harus mengacu pada pertimbangan atas ketersediaan pemanfaatan bagi warga sekitar. Hal ini juga berlaku bagi pembangunan PLTHM di wai melesom pekon Bambang dan Pagar Dalam. Jika pembangunan tersebut tetap berlanjut tanpa mempertimbangkan perturan di atas akan berdampak pada beberapa sektor yaitu sektor ekonomi dan sektor sosial," jelasnya.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Menurut Wanda mayoritas pekerjaan warga pekon Bambang dan Pagar Dalam adalah petani. Jelas ini akan sangat berdampak terhadap ekonomi warga sekitar. Kekeringan akan mengakibatkan gagal panen, Hal ini, secara langsung akan berakibat pada lumbung pangan yang tidak terpenuhi. Luas sawah yang terdampak terhadap proyek pembangunan kurang lebih 30 Hektar dalam 40 bidang sawah milik warga sekitar sedangkan panjang aliran irigasi hulu ke hilir kurang lebih sepanjang 30 kilo meter.

Peralihan mata pencaharian warga sekitar, lanjut Wanda, dapat mempengaruhi pola interaksi warga. Ketika terjadi pergeseran mata pencaharian warga, akan mengakibatkan adanya masa transisi di masyarakat. Masa transisi yang mengarah pada upaya mencari sumber pendapatan baru, dapat dibaca dalam dua potensi yang masing-masing memiliki implikasi yang besar terhadap kehidupan warga. 

Wanda menjabarkan Potensi pertama adalah semakin memperkokoh komunitas warga untuk bahu membahu menemukan sumber pendapatan baru sebagai akibat dari kurangnya daya dukung lahan untuk pertanian. Potensi kedua adalah potensi konflik dalam internal komunitas masyarakat. Beberapa orang, yang terdampak langsung, dengan adanya ganti untung atas pembangunan, jelas memperoleh keuntungan atas ganti untung lahannya. Sedangkan, bagi warga yang terdampak tidak langsung, khususnya bagi mereka yang tidak memperoleh untung dari pembangunan tersebut, hanya akan memperoleh dampak negatif dari pembanguna ini.

"Inilah sebabnya, pemerintah setempat, perlu mempertimbangkan dengan cermat dan matang berbagai risiko yang mungkin hadir atas adanya pembangunan ini. Pemerintah adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas segala risiko yang akan hadir, sebagai dampak akibat pembangunan," tegasnya.

Sebab, perlu diingat, menurut Wanda tugas utama pemerintah adalah service atau pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, mementingkan perhitungan keuntungan beberapa pihak semata.

Wanda menyampaikan setelah melihat permasalahan yang sangat kompleks di atas, maka hal ini sangat bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 point(3) yang berbunyi:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat”
Inilah amanat konstitusional bagi setiap elemen masyarakat. Tidak terkecuali adalah pemerintah sebagai pihak yang diberi mandat untuk melayani berbagai macam kepentingan warga yang ada dibawah pemerintahannya. 

Dengan demikian, Wanda mendesak Kementrian PUPR untuk meninjau kembali Proyek PLTMH tentunya Kordinasi dengan Pemerintahan Daerah Kabupaten Pesisir Barat sesuai Peraturan Mentri PUPR Nomor 09/PRT/M/2016 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha Dalam Pemanfaatan Infrastruktur Sumber Daya Air Untuk Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air/Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro/Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.

"Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat harus mempasilitasi atas terjadinya kegaduhan yang terjadi terhadap pembangunan proyek tersebut serta mencari solusi yang berpihak terhadap kepentingan rakyat, mendesak PT Graha Hidro Nusantara (GHN) untuk melakukan Pemulihan dampak kerusakan yang dirasakan masyarakat akibat pembangunan proyek tersebut, apa bila perlu memberhentikan proyek pembangunan untuk sementara sampai dengan ada kajian secara Komprehensif," tutupnya. (Red)

0 Comments