Kasus BBM Subsidi di Pesibar, Ketua Bidkumham DPC AKJII : Tidak Mungkin Ada Asap Jika Tak Ada Api

 


Pesisir Barat - Kasus 'pengecoran' Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi jenis Pertalite yang diduga terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Bangkunat, Kecamatan Bangkunat, Kabupaten Pesisir Barat mendapatkan perhatian serius dari organisasi pers setempat.

Menurut Ketua Bidang Hukum, Ham dan Advokasi/ Posbakum Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Aliansi Kajian Jurnalis Independen Indonesia (AKJII) Pesisir Barat Robert Ariesta, S.H, mengatakan bahwa berdasarkan kronologis informasi dalam pemberitaan, jelas bahwa pihak SPBU Bangkunat bisa dijerat pasal 55 jo 56 KUHPidana yaitu turut serta atau membantu, bahkan bisa juga diduga kuat terlibat dalam kejadian itu.

"Bahkan menurut saya konstruksi hukumnya pengawas SPBU (Bangkunat) bisa disangkakan pasal 88 KUHPidana bahwa telah terjadi pemufakatan jahat antara pengawas dan pengecor," tukas Robert.

Pengacara yang juga tergabung dalam Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (POSBAKUMADIN) ini, menyebutkan bahwa dalam perkara ini mestinya penegak hukum memakai teori Kausalitas (Sebab-Akibat) yang mana perbuatan yang satu merupakan penyebab dari tindakan lain.

"Ibarat kata, tidak mungkin ada asap jika tidak ada api," tukas Robert yang juga mendedikasikan profesinya sebagai Pengacara rakyat ini.

Menurut Robert, Pengawas SPBU Bangkunat bertanggungjawab atas tindakan tersebut (tindakan Pengecoran BBM Subsidi), jika pengawas berkilah dengan berbagai alasan, wajib disertai bukti-bukti yang kuat dan bukan hanya sebatas berbicara tidak bersalah. 

"Kalo pengawas berkilah dengan berbagai alasan, wajib disertai bukti-bukti yang kuat, bukan asal ngomong," tegas Robert.

Intinya, lanjut Robert, Pengawas SPBU Bangkunat ikut bertanggungjawab terhadap tindakan pidana tersebut, dasarnya yaitu pasal 55 Jo pasal 56 Jo pasal 88 KUHPidana tentang turut serta Juncto terlibat Juncto melakukan pemufakatan jahat, penegak hukum dapat memakai teori hukum Kausalitas untuk menjeratnya.

Robert menegaskan apabila nantinya perkara ini telah mendapatkan kekuatan hukum tetap namun pihak SPBU Bangkunat tidak mendapatkan jerat hukum, maka hal tersebut jelas merupakan ketimpangan hukum serta salah satu contoh penegakan hukum yang tidak berkeadilan, maka hal ini harus menjadi perhatian semua pihak.

Diberitakan Sebelumnya 

Dari fakta persidangan yang digelar Pengadilan Negeri Liwa Kabupaten Lampung Barat, Kedua terdakwa mengakui bahwa telah melakukan pengecoran BBM Subsidi Jenis Pertalite tersebut di SPBU Bangkunat, K dan L juga mengakui adanya setoran sejumlah uang kepada pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Bangkunat yang ditujukan kepada Pengawas SPBU Bangkunat bernama Yoza untuk memuluskan niat jahat Keduanya. 

Terdakwa K mengakui adanya setoran sejumlah uang sebesar Rp.550.000,- (Lima Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) untuk mengisi 22 jeriken yang berisikan 748 Liter BBM Subsidi jenis Pertalite kepada Yoza pada saat hari penangkapan dirinya yang dilakukan oleh Polres Pesisir Barat pada 23 Maret lalu.

Menurut pengakuan K, Bahwa tujuan ia membeli dan mengangkut 22 (Dua Puluh Dua) jeriken yang berisikan BBM Subsidi jenis Pertalite tersebut dipergunakan untuk dijual kembali secara eceran kepada nelayan agar K memperoleh keuntungan, ia menjual BBM Subsidi jenis Pertalite hasil penyelundupannya kepada nelayan dengan harga Rp.400.000,- (Empat Ratus Ribu Rupiah) per jeriken.

Sedangkan terdakwa L menyebutkan bahwa dirinya memberikan setoran sejumlah uang sebesar Rp.475.000,- (Empat Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) untuk mengisi 19 jeriken berisikan 646 Liter BBM Subsidi jenis Pertalite, uang tersebut juga disetorkan kepada Yoza sebelum penangkapan dirinya yang dilakukan oleh Polres Pesisir Barat pada 23 Maret lalu.

Tujuan terdakwa L membeli dan mengangkut 19 (sembilan belas) jeriken yang berisikan Bahan Bakar Minyak Subsidi jenis Pertalite itu, untuk dijual kembali secara eceran kepada masyarakat dan nelayan agar ia memperoleh keuntungan, keuntungan yang didapat oleh L jika dijual ke masyarakat yaitu sebesar Rp.3.300,- (Tiga Ribu Tiga Ratus Rupiah) per Liter, kemudian jika dijual ke nelayan maka terdakwa akan memperoleh keuntungan sejumlah Rp.30.000,- (Tiga Puluh Ribu Rupiah) dari satu jeriken berisikan 34 Liter BBM Subsidi jenis Pertalite.

Atas perbuatan keduanya, K dan L diancam pidana dalam Pasal 55 UU RI nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dirubah dalam Paragraf 5 Energi dan Sumber Daya Mineral Pasal 40 angka 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. (Andrean/Wawe/AKJII)

0 Comments