Lampung - Polemik revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 mencuat. Kali ini, suara lantang datang dari M. Agus Budiantoro atau yang biasa disebut Mas Bro, Kepala Desa Fajar Baru, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Sikapnya tegas: menolak aturan yang dianggapnya sebagai bentuk “kezhaliman” terhadap pemerintah desa di seluruh Indonesia.
Menurutnya, perubahan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap PMK 108/2024 ini bukan hanya mendadak, tetapi juga minim transparansi. Tak ada sosialisasi, tak ada pemberitahuan lebih awal, namun kewajiban yang dibebankan kepada kepala desa justru sangat berat dan berisiko fatal.
Agus menyoroti pasal krusial, yakni Pasal 29B, yang mengatur bahwa jika desa terlambat memenuhi persyaratan penyaluran Dana Desa melewati 17 September 2025, maka pencairan tahap II akan ditunda. Masalahnya, aturan sepenting ini baru diumumkan 25 November 2025, praktis membuat desa-desa di seluruh Indonesia kehilangan waktu dan terancam kehilangan anggaran tahap II.
Ia menegaskan bahwa dampaknya tidak main-main: pelayanan publik, pembangunan desa, hingga kehidupan perangkat desa berada di jurang ketidakpastian.
“Menurut kami (kepala desa) ini adalah peraturan yang dzalim dikarenakan didalam dana desa itu ada nasib perangkat desa, seperti RT, Kader Posyandu, PKK, Guru Ngaji, Linmas, dan sebagainya. Dan juga pembangunan desa yang sudah dianggarkan, direncanakan di musyawarah desa, semuanya berdampak kepada masyarakat,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (26/11).
Masalah lain yang disebut Agus adalah Pasal 29B ayat 3, yang menyatakan bahwa Dana Desa bisa kembali disalurkan setelah bupati atau wali kota menyampaikan persyaratan penyaluran sesuai batas waktu pada Pasal 26 ayat (1) huruf b. Namun frasa dalam aturan tersebut dianggapnya sebagai “bola liar” karena tidak mencantumkan batas waktu yang jelas.
Situasi kian pelik karena proses penyampaian dokumen sudah berada di penghujung tahun anggaran. Menurut Agus, perangkat daerah maupun kepala desa mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk mengulang seluruh proses dari titik awal dalam waktu tersisa yang sangat sempit.
“Menurut kami ini adalah keputusan sepihak dan tidak membela kepentingan umum. Ini adalah sebuah kekeliruan yang sangat besar. Kami harap presiden Prabowo meninjau kembali dan merevisi aturan tersebut, karena hal ini berdampak bagi masyarakat banyak,” tegasnya.
Agus juga menyorot satu pasal yang menurutnya paling cacat secara substansi: Pasal 29B ayat 7, yang menetapkan bahwa jika Dana Desa tahap II tidak tersalurkan sampai akhir tahun anggaran, maka anggaran tersebut tidak akan disalurkan kembali pada tahun berikutnya. Bagi Agus, ketentuan ini tak hanya tidak realistis, melainkan juga menempatkan desa dalam posisi hampir mustahil untuk memenuhi persyaratan akibat perubahan sepihak oleh kementerian.
“Kepetusan ini adalah keputusan yang dilakukan oleh pihak kapitalis yang mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum, dan apa dasarnya membuat aturan sepihak dengan menghentikan dana desa tahun 2025 atau tidak merealisasikan dana desa ditahun berjalan, sedangkan situasi keadaan negeri ini tidak ada kegentingan yang sifatnya memaksa,” ucapnya dengan nada keras.
Atas semua kekacauan regulasi ini, Agus mendesak pemerintah pusat untuk segera merevisi aturan tersebut. Jika tidak, ia bersama para kepala desa se-Provinsi Lampung akan mendorong APDESI RI untuk menginstruksikan aksi turun ke Jakarta demi memperjuangkan pencairan Dana Desa tahap II 2025.
“Sejatinya kami tidak menolak revisi aturan ini, hanya saja aturan yg dibuat ini tidak ada sosialisasi sebelumnya, itu yang membuat kami gagap dalam sistem yang dijalankan oleh kementerian keuangan ini. Kalau seandainya peraturan ini disosialisasikan dua atau tiga bulan sebelumnya, maka kami tidak akan menolak, kami akan mempersiapkan diri, kami akan berupaya untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan aturan yang dikeluarkan, tapi karena kami baru tau di bulan November ini, Maka jelas-jelas lah kami menolak,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kementerian Keuangan belum memberikan keterangan resmi terkait polemik yang terus menguat di kalangan kepala desa seluruh Indonesia. (*)

0 Comments