Tubaba Art Festival (TAF) akan kembali digelar pada tanggal 27-29 Juli 2023 di Kota Budaya Ulluan Nughik dan Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai, Panaragan, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung. Merupakan edisi ke-7, melanjutkan payung tematik “Diri dan Ruang (Self/Space)” dengan subtema: “Bermuka-mukaan di ruang tengah (Interface of The Living Room). Konsepsi kuratorial berdasar struktur rumah adat Lampung yang sebelumnya berada pada beranda (Terrace of Awareness) kini berada pada bagian dalam (Living Room). Ide-ide bertemu, projek penciptaan seni bertemu dengan konsepsi ruang. Para seniman sebagai subjek yang berbeda bertemu, mencipta sistem festival yang organik.
Teater Musikal Anak “Bunian” akan dipentaskan pada malam pertama, mengisahkan karakter Bunian, hantu yang memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi. Hingga akhirnya Bunian berteman dengan anak-anak Tubaba. Bersama anak-anak, hantu baik hati menyuarakan persahabatan, menghargai perbedaan dan merawat lingkungan. Bunian adalah hantu dengan visi sosial dan ekologis. Para aktor cilik telah berlatih selama satu tahun, mereka belajar keaktoran, menyanyi, menari dan bela diri. Teater Musikal Bunian adalah pentas yang dinamis, sangat tepat dinikmati oleh penonton keluarga.
Sebagai tari kebanggan masyarakat Tubaba, Tari Nenemo kembali hadir pada acara pembukaan, kali ini akan digelar pada sore hari di Amphi Teater Ulluan Nughik, tari yang lahir berdasarkan falsafah Nemen, Nedes dan Nerimo (Nenemo) atau bekerja keras, konsisten dan ikhlas, akan dibawakan oleh lima puluh orang penari yang merupakan gabungan dari berbagai komunitas.
Pada hari kedua akan disajikan karya berdasarkan lokus khusus (Site specifik) berjudul The Mother and The Time, ini merupakan karya tunggal atau duo dari sebelas orang performer yang terdiri dari penari, musisi dan seniman teater. Memilih situs patung Bu Rahmi, sebuah seri dari The Dance of Victory karya Dolorosa Sinaga, patung setinggi 3 meter berada di kawasan seluas sekira 500 meter persegi, terdapat lorong lebih dari 300 meter dan instalasai dengan lonceng setinggi 9 meter. Instalasi besar ini terbentuk dari formasi rasi bintang Caesopia dan Andromeda. Para performer telah melakukan riset tentang hubungan antara diri mereka dan ibu masing-masing. Menemukan momen terpenting antara diri dan ibu. Hasil temuan tersebut kemudian bertemu kembali dengan ruang arsitektural yang terletak di kawasan Ulluan Nughik. Kehadiran karya The Mother and The Time sekaligus menguatkan TAF sebagai festival yang konsisten menghadirkan karya dengan pendekatan Site Specifik.
Terdapat sejumlah lomba. Di antaranya adalah Kompetisi Arsitektur Tubaba dan Lomba Sepeda Hias. Sejumlah bangunan dan ruang ikonik seperti Islamic Center, Las Sengok, Kawasan Budaya Ulluan Nughik dan Studio Keramik Tanoh Nughik menjadi objek sketsa. Tiga pemenang terbaik akan mendapatkan hadiah jutaan rupiah. Sedangkan lomba sepeda hias memperebutkan hadiah utama Sepeda GORo, sepeda berbahan dasar bambu karya Spedagi dan Yayasan Bambu Nusantara.
Puluhan karya Seni Rupa akan terbagi ke dalam tiga pameran: Pertama, adalah karya proses dari peserta didik Sekolah Seni Tubaba kelas dasar, pada umumnya adalah karya-karya berbahan kertas. Kedua adalah karya Seni Rupa dari kelas lanjutan, dengan lukisan media kanvas. Namun kedua pameran berada pada gagasan yang sama, yakni meyakini bahwa menggambar atau melukis bukan semata menggambarkan, melainkan menemukan. Penemuannya bisa ke dalam diri si pelukis maupun pada alam benda. Ketiga adalah pameran tunggal karya Bachtiar Basri. Tanpa banyak orang tahu birokrat yang pernah jadi camat di Lampung Barat (1992) hingga jadi Wakil Gubernur Lampung ( 2014-2019) konsisten melukis hingga menghasilkan ratusan karya. Beberapa karya ekspresionis akan dipamerkan pula di dalam festival ini.
Selain pameran Seni Rupa, karya kriya keramik hasil eksplorasi Studio Tanoh Nughik (STN) merupakan sajian menarik. Para keramikus Tanoh Nughik telah mengolah tanah Tubaba, mencampurnya dengan unsur tanah lain, lalu membuat beberapa benda pakai: vas bunga, piring gelas dan mainan anak berbahan dasar tanah liat. Para pengunjung juga diajak mengikuti workshop keramik. Pengunjung bisa membawa pulang oleh-oleh keramik dari tanah liat Tubaba yang dibuatnya sendiri.
Pada malam puncak akan hadir musisi Jason Ranti. Jeje panggilan musisi yang dikenal dengan lirik-liriknya yang nakal namun serius akan menghibur penonton. Tidak sendirian, karena pada malam puncak ada penampilan musik dari Grup Kosidah Alhikmah, kelompok yang berasal dari kelompok pengajian ibu-ibu RT 04 Tiyuh Pulung Kencana. Kelompok Nasihat Orang Tua (NoT) akan mengekplorasi Gamelan Lampung menjadi karya musik kontemporer. Sedangkan Sindikat Sisa Semalam akan membawakan lagu-lagu berbahasa Lampung, namun disajikan dengan pendekatan cross culture: hip-hop yang lo-fi dan musik khas Nusantara.
Sajian pada malam puncak tidak dipungut biaya (gratis), namun disarankan bagi seluruh penonton membawa bibit pohon keras. Paska festival seluruh bibit akan ditanam di sekitar kawasan Ulluan Nughik, dengan demikian penonton bisa memiliki satu pohon di Tubaba dan berkontribusi bagi masa depan Tubaba.
TAF#7 merupakan hasil kerja bersama lintas komunitas dan Pemda melalui Disporapar Tubaba. Komunitas yang terlibat adalah: Sekolah Seni Tubaba, Sanggar Pakem, Garis Budaya, Teater Klatak, Incenna, Eternal Film, Dalam Studio, Incenna, Lampungtubaba, Studio Tanoh Nughik dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Melalui Disparekraf, Provinsi Lampung juga turut berkontribusi. TAF#7 merupakan bagian dari dua platform nasional, yaitu Platform Indonesiana Kemendikbud Ristek dan Karisma Event Nusantara (KEN) Kemenparekraf Republik Indonesia.
Informasi terkini (update) TAF#7, secara berkala dapat dilihat pada akun instagram: @tubabaartfestival dan @sekolahsenitubaba
0 Comments